Teknik Stress Inoculation Training (SIT)


 
Stres merupakan suatu kondisi yang dapat dialami oleh siapa saja. Slamet dan Markan (2007) mendefinisikan stres sebagai bentuk keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuannya untuk mengatasi beban tersebut. Saat reaksi tubuhtersebut bersifat positif, maka disebut sebagai eustres, jika sebalikna maka disebut distres (Hawari,2011).
 
Layanan konseling kelompok cognitive behavior therapy (CBT)dengan teknik stress inoculation training, adalah sebuah bentuk intervensi yang akan dilaksanakan. Jamilian, dkk (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, format kelompk terapi dalam mengembangkan toleransi distres terbukti efektif untuk dilakukan. Penggunaan teknik stress inoculation training (SIT) dalam konseling kelompok akan memungkinkan mahasisiwa untuk mempelajari keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam situasi lain di masa depan yang mungkin dihadapi, serta memungkinkan mereka untuk mengembangkan tolerans distres terhadap bentuk-bentuk distres (Erford, 2016; Corey, 2013). 

Berikut akan kami ulas tahapan umum yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan konseling dengan teknik SIT.

Tahap Konseptualisasi

a)  Asessment dan diagnosis. Kita mencoba Mengetahui tingkat keparahan stress yang dialami konseli, dengan menggunakan skala atau observasi. Dalam tahapan ini, kita menggunakan skala stress belajar ataupun teknik pengumpulan data lainnya seperti observasi dan wawancara.

b)  Identifikasi situasi. Meminta konseli untuk menjelaskan situasi yang memicu terjadinya stress pada dirinya, apa yang membuat dia stress.

c)  Rekaman pikiran. Meminta konseli mengungkapkan pikirannya terhadap situasi yang dinilai memicu stress. apa pikiranya yang muncul ketika terjadinya situasi. Misalnya, konseli memiliki situasi yang menekan yaitu banyak tugas yang menumpuk, maka muncullah pikiran yaitu saya pasti tak bisa menyelesaikannya. Maka tindakan yang dilakukan adalah tak berdaya, lebih baik main game.

d)  Mengenal pikiran negative. Membantu konseli mengenali pikiran negatif dari rekaman pikiran yang telah dikemukakan. Konselor harus paham indikasi-indikasi pikiran nengatif yang akan muncul pada konseli terhadap situasi.

e)  Rekontruksi Kognitif. Membantu konseli mengubah pikiran negatif ke positif terhadap situasi pemicu stress. mecoba membongkar pikiran yang salah atau negative dan mengubah pikiran irrasional ke rasional terhadap situasi stress yang muncul pada konseli.dan memunculkan pernyataan positif

 

Tahap Latihan Coping Skill

a)  Menetapkan skema kognisi baru. Mendiskusikan ikhwal penerapan perubahan skema berfikir positif yang telah diambil. Didiskusikan kepada siswa sampai kita meyakini bahwa dia sudah mantap dalam membahas skema berfikirnya sehingga menjadi positif.

b)  Latihan keterampilan pendukung. Memberi latihan keterampilan pendukung, misalnya relaksasi, manajemen waktu, latihan asertif. Mengubah pikiran konseli mengenai apa yang akan terjadi disana, seberapa sulitkah tugasnya dan meyakinkan bahwa saya pasti bisa dan bagaimana menghadapi tugas-tugas secara rileks. Bagaimana juga mengatur waktu dan melatih menegaskan diri konseli.

c)  Berlatih menerapkan cara berfikir baru. Berlatih mengembangkan pikiran positif terhadap berbagai situasi. Mengajak konseli untuk terus berlatih dengan beberapa pertanyaan seperti “andaikan kamu menghadapi situasi seperti ini apa yang akan kamu lakukan”. Hal ini yang akan memunculkan ide baru.

 

Aplikasi dan Tindak Lanjut

a)  Transfer perubahan. Berlatih merespon langsung berbagai situasi menekan dengan pikiran positif dan tindakan yang tepat. Perubahan yang ada dikelas ditransfer ke perubahan berbagai situasi.

b)  Menerapkan hasil latihan. Menerapkan bagaimana seharunya berfikir positif dan konstruktif dalam menghadapi berbagai situasi menekan di kehidupan nyata ataupun kehidupan sehari-hari konseli. Meminta konseli menrapkan latihan dan melaporkan  hasilnya.

c)  Review hasil. Mendiskusikan dan menilai keberhasilan konseli dalam menerapkan hasil latihan dan kebutuhan tindak lanjutnya. Dalam tahap ini kita mendiskusika apakah masih diperlukan bantuan tambahan atau tidak, kalua tidak berarti kita bisa mengakhiri proses konseling, kita sudah menganggap konseli sudah teratasi masalah stressnya.

Keterampilan Dasar Konseling

a)  Keterampilan Rapport atau membangun hubungan yang baik dengan konseli agar beban konseli tidak bertambah ketika datang ke konselor.

b)  Keterampilan Empati bagaimana konselor mengetahaui apa yang membuat si konseli stress dan merasakan apa yang dirasakan oleh konseli mengenai permasalahannya (stress).

c)  Keterampilan Attending, bagaimana konselor membuka atau mengundang pembicaraan agar konseli mau membicarakan apa yang membuat ia stress.

d)  Keterampilan refleksi perasaan, bagaimana konselor mampu merespon keadaan perasaan konseli terhadap situasi yang sedang ia hadapi, yang kemungkinan bisa membuat ia stress.

e)  Keterampilan bertanya, bagaimana konselor mengetahui segala sesuati dan menumpulkan informasi penyebab si konseli stress.

 

REFERENSI

Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychoteraphy (Ninth Edition). California: Brooks/cole.

Hawari, dadang. 2011. Manajement Stress, Cemas dan Depresi (2 ed).Jakarta : FKU 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama