Review Film JOKER 2019 | Kesehatan Mental



Pada film Joker 2019 kali ini dibintangi oleh Joaquin Phoenix dan disutradarai oleh Todd Philips. Berkisah tentang Joker, seorang pria bernama Arthur Fleck yang berjuang mencari jati diri di kota Gotham. Di tengah kota tersebut ia bekerja sebagai badut, ini tidak telepas dari perkataan ibu yang membesarkannya bahwa tujuan hidup Arthur adalah membuat orang tertawa. Namun, hidup Arthur sangatlah kacau. Ia menderita kelainan otak yang menyebabkan ia tertawa pada waktu yang tidak tepat. Dengan profesinya tesebut sebagai badut yang juga bertugas memegang papan iklan penanda jalan membuatnya mengalami pembulian. Tekanan psikis dan diabaikan oleh masyarakat Gotham dirasakan Arthur. Suatu ketika saat Arthut berdiri ditengah keramaian kota, dengan menggunakan seragam badutnya sambil memegang papan yang biasa ia bawa, sekumpulan anak remaja melakukan tindak bullying terhadapnya. Papan milik Arthur dibawa lari oleh mereka, hingga terjadilah kejar-kejaran diantara mereka. Saat mengejar anak yang mengambil papan miliknya, Arthur mengejarnya dengan sekuat tenaga beberapa kali ia terjatuh dan nyaris ditabrak oleh mobil. Hingga sampailah Arthur di gang Jalan dan terkapar karena mendapatkan serangan dari anak-anak remaja tadi. Insiden buruk ini lambat laun mengubah pemikiran Arthur menjadi pria yang bengis.
Sosok Arthur yang tinggal bersama ibunya itu kerap mengunjungi pekerja layanan sosial untuk mendapatkan obat dan melakukan konsultasi kejiwaan kepada seorang tenaga psikiater. Arthur tampak terbiasa diperlakukan tak adil oleh lingkungannya. Sehingga ada seorang teman yang merasa bersimpati padanya saat ia menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya. Teman Arthur pun memberikan sebuah pistol dengan dalih untuk membentengi diri atau dapat digunakan ketika ia diperlakukan tindakan semacam bullying tersebut. Awalnya ia menolak untuk menerima pemberian pistol tersebut, namun karena temannya memaksakan ia pun menerimanya.
Suatu ketika, Arthur di undang untuk menghibur anak-anak di rumah sakit. Dengan menggunakan seragam badutnya lengkap dengan riasan wajah yang khas, ia pun mulai menari dan di saat yang sama pistol miliknya terjatuh. Sontak, anak-anak dan petugas rumah sakit yang melihatnya menjadi kaget dan takut. Ternyata, kejadian tersebut diketahui oleh sang bos dimana tempat Arthur bekerja sebagai badut. Ia pun kemudian dipecat. Bertambahlah perasaan Arthur yang merasa selalu diperlakukan tidak adil. Di saat yang hampir bersamaan, ia juga baru mengetahui kalau kantor layanan sosial tempatnya memperoleh obat telah ditutup.
Dalam perjalanan pulang menggunakan kereta bawah tanah, Arthur kembali menerima perlakuan buruk atau tindak bullying oleh tiga pria pebisnis muda Wall Street. Awalnya ia merasa tidak berdaya, namun secara tiba-tiba ia menembak mati ketiganya dengan pistol yang diberikan oleh temannya. Arthur tidak menyadari pembunuhan itu akan memulai gerakan unjuk rasa terhadap orang kaya di kota itu dengan menggunakan topeng badut. Sementara kancah politik di kota Ghotam, seorang pria bernama Thomas Wayne yang tak lain adalah ayah Bruce Wayne yang kelak menjadi sosok Batman, mencalonkan diri sebagai wali kota karena merasa resah dengan kekacauan di kota itu yang tidak kunjung pulih saban waktunya.
Suatu ketika saat Arthur pulang ke rumahnya, ia menemukan beberapa surat di Box Letter dan membacanya. Ia menemukan surat-surat itu ditujukan kepada Thomas Wayne sang calon walikota. Pensaran akan hal itu, Arthur meminta kepada ibunya bahwa ada hubungan apa dengan dia. Namun, ibunya tidak ingin menceritakan. Karena telah diselimuti perasaan penasaran yang begitu kuat, Arthur pergi ke rumah sakit jiwa untuk mengambil dokumen-dokumen ibunya yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sebuah fakta terkuak sewaktu Arthur mencuri dokumen ibunya tersebut. Ia menyadari kalau dirinya merupakan anak tidak sah dari politikus Thomas Wayne yang begitu terpandang. Mengetahui hal ini, Arthur pun membunuh ibunya yang dirawat di rumah sakit dengan cara yang sadis, ia menutupi wajah ibunya dengan bantal hingga ibunya kehabisan nafas dan meregang nyawa.
Tidak sampai disitu, keesokan harinya dua orang teman datang ke rumahnya dengan maksud berbela sungkawa atas kematian ibundanya, namun diluar dugaan mereka, Arthur kemudian membunuh salah satu temannya yang pernah membocorkan kasus Arthur saat melakukan hiburan di rumah sakit anak. Ia membunuh dengan menggunakan gunting dan menyerang bagian mata temannya. Teman yang satunya lagi ia biarkan pergi. Arthur merasa bahwa setiap orang yang menyakitinya harus ia binasakan.
Di lain hari, Arthur mencoba peruntungan di sebuah pentas stand up comedy, Sayangnya, penampilannya malam itu begitu buruk lantaran ia tidak bisa berhenti tertawa di atas panggung. Seorang pembawa acara talk show populer di televisi, Murray Franklin, bahkan menayangkan video penampilan buruk Arthur secara langsung sebagai ejekan. Dalam waktu bersamaan pun, Murray Franklin di tembak mati oleh Arthur tepat di kepalanya. Kata-kata Joker yang paling berkesan ialah “Dulu kupikir hidupku sebuah tragedi. Kini kusadari, hidupku sebuah komedi”.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama