Teori Konseling Pendekatan Eksistensial




MATERI TEORI-TEORI KONSELING PENDEKATAN EKSISTENSIAL
OLEH: MUH. NUR ALAMSYAH

A.      Biografi Viktor Emil Frank
Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., (lahir 26 Maret 1905 – meninggal 2 September 1997 pada umur 92 tahun) adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat . Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alas an untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.
Frankl dilahirkan di Wina, Austria. Minat Frankl terhadap psikologi muncul sejak ia masih muda. Untuk ujian akhir (Matura) di SMA ia menulis sebuah makalah tentang psikologi pemikiran filsafat. Setelah lulus dari SMA pada 1923, ia belajar kedokteran di Universitas Wina dan kemudian mengambil spesialisasi dalam neurologi dan psikiatri. Dari 1933 hingga 1937 ia memimpin apa yang dinamakan "Selbstmörderpavillon" (pavilyun bunuh diri) di Rumah Sakit Umum di Wina dan dari 1937 hingga 1940 ia melkaukan praktik pribadi dalampsikiatri. Dari 1940 hingga 1942 ia memimpin departemen neurology dari Rumah Sakit Rothschild. Pada saat itu, rumah sakit ini adalah satu-satunya yang masih tersisa di Wina yang diizinkan menerima pasien Yahudi. Pada Desember 1941 ia menikah dengan Tilly Grosser. Pada musim gugur 1943 ia, istrinya dan orangtuanya dideportasi ke kamp konsentrasi di Theresienstadt. Pada 1944 ia dipindahkan ke Auschwitz dan belakangan ke Kaufering dan Türkheim, dua kamp konsentrasi yang berdekatan dengan KZ Dachau. Ia dibebaskan pada 27 April 1945 oleh Tentara AS. Frankl selamat dari Holocaust, tetapi istrinya serta kedua orangtuanya dibunuh di kamp konsentrasi. Di antara saudara-saudara dekatnya, hanya saudara perempuannya yang telah bermigrasi ke Australia, yang selamat. Karena penderitaannya ini (dan penderitaan banyak orang lainnya) di kamp-kamp konsentrasi, ia tiba pada kesimpulan bahwa bahkan dalam situasi yang paling absurd, menyiksa dan mendehumanisasikan, kehidupan dapat bermakna dan bahkan penderitaan pun bermakna. Kesimpulannya ini kelak menjadi dasar yang kuat bagi pemikiran psikiatri yang dikembangkan oleh Frankl, logoterapi.
B.       Konsep Kunci dan Pandangan Tentang Hakikat Manusia
Corey (2009) mengemukakan pandangan eksistensial tentang hakikat manusia yang diikat oleh keyakinan bahwa eksistensi kita tidak pernah pas, kita terus menerus mengkreasi diri kita sendiri melalui rencana-rencana kita. Menjadi manusia berarti kita menemukan dan membuat berarti keberadaan kita. Kita terus menerus bertanya pada diri kita sendiri, orang lain, dan dunia lain.
Frankl menyatakan bahwa orang membentuk kehidupannya dengan membuat pilihan, dan Hoffman menambahkan bahwa manusia sebagai author kehidupan mereka secara bebas membuat pilihan dan tindakan yang menyertai pilihan itu. Manusia bertanggungjawab terhadap pilihannya dan ada pilihan yang lebih sehat dan lebih berarti daripada pilihan lainnya (Abimanyu, 2012).
Corey mengemukakan pendapat eksistensial tentang dimensi dasar kondisi manusia yang meliputi:
1.        Kapasitas kesadaran diri. Sebagai makhluk hidup kita dapat berpikir serius dan membuat pilihan karena kita mampu menyadari diri sendiri. Makin besar kesadaran diri kita, makin besar pula kemungkinan kapasitas kita untuk hidup secara penuh begitu kita memperluas kesadaran kita.
2.        Kebebasan dan tanggung jawab. Karakteristik aliran eksistensial yaitu bahwa orang bebas memilih antara alternatif karena mempunyai peran yang besar dalam membentuk keyakinan mereka.
3.        Perjuangan untuk identitas dan hubungan dengan orang lain. Bahwa orang berurusan dengan keunikan dan kepuasan mereka, tetapi pada waktu yang sama mereka mempunyai minat keluar dari diri mereka sendiri untuk berhubungan dengan orang lain dan alam.
4.        Pencarian arti. Tujuan konseling eksistensial yaitu membantu konseli menemukan sumber arti dalam hidup agar dapat mentransformasi kecemasan yang disebabkan oleh masalah akhir kehidupan ke dalam kehidupan yang penuh tujuan dan autentik.
5.        Kecemasan sebagai keadaan kehidupan. Bahwa kecemasan muncul dari pribadi seseorang yang berusaha survive, memelihara dan mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian, cemas adalah aspek dari kehidupan manusia.
6.        Kesadaran akan kematian. Bahwa eksistensialis tidak memandang kematian secara negatif tetapi bersikukuh beranggapan bahwa kesadaran akan kematian sebagai kondisi manusia dasar memberi kebermaknaan bagi kehidupan. Hanya berdasar karakteristik manusia, yang berbeda adalah kemampuan mengukur kenyataan masa depan dan keharusan terjadinya kematian.
C.      Proses Terapi
1.        Tujuan Terapi
Corey (2009) mengemukakan tujuan terapi eksistensial sebagai upaya membantu konseli untuk mengetahui cara-cara dimana mereka tidak hidup secara authentic sepenuhnya. Dengan kata lain, tujuan terapi eksistensial adalah membantu konseli menghadapi kecemasan dan melaksanakan tindakan yang didasarkan pada tujuan mengkreasi eksistensi yang menguntungkan secara autentik. Hal ini sejalan dengan hal yang dikemukakan Van Daurzen 2002 (Corey, 2009) yaitu bahwa tujuan terapi adalah membantu konseli dalam bergerak menuju keautentikan dan belajar mengetahui bahwa mereka salah arah. Bugental 1990 (Corey, 2009) mengidentifikasi ada tiga tugas utama terapis, yaitu:
a.    Membantu konseli memahami bahwa ia tidak sepenuhnya hadir dalam proses terapi itu sendiri dan dalam melihat bagaimana hal itu dapat membatasinya diluar terapi.
b.    Menyupor konseli dalam menghadapi kecemasan.
c.    Membantu konseli menemukan kembali jati diri dan dunianya dalam cara-cara yang dapat memelihara kemurnian yang lebih besar dalam berhubungan dengan kehidupan.
Corey (2009) akhirnya menegaskan bahwa tujuan utama dari terapi eksistensial adalah meningkatkan kesadaran yang memungkinkan konseli menemukan alternative yang ada yang sebelumnya tidak diketahui. Konseli menjadi sadar bahwa ia mampu membuat perubahan dalam hidup mereka di dunia.
2.        Fungsi dan Peranan Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistic ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab terapis. Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
a.    Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b.    Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
c.    Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
d.   Berorientasi pada pertumbuhan
e.    Menekankan keharusan terapis terlibat denganklien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f.     Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien
g.    Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implasit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan keatif dan positif
h.    Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i.      Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien
D.      Aplikasi: Teknik dan Prosedur Terapi
Corey (2009) menyatakan bahwa pendekatan eksistensial tidak berorientasi teknik. Prioritas diberikan pada memahami dunia konseli. Intervensi yang digunakan oleh para praktisi eksistensial adalah didasarkan tentang pandangan filosofis tentang hakikat eksistensial manusia. Para praktisi lebih senang deskripsi, pengertian dan eksplorasi realitas subjektif konseli, sebagai kebalikan dari diagnosis treatmen dan prognosis.
Deurzen dalam Corey (2009), mengidentifikasikan aturan dasar utama kerja dalam terapi yaitu keterbukaan terhadap individu dari terapis dan konseli. Terapis eksistensial perlu menyesuaikan interaksinya kepada gaya dan kepribadiannya sendiri dan sensitive terhadap permintaan konseli. Pedoman pokok adalah bahwa intervensi terapis yang esensial adalah bertanggung jawab terhadap keunikan setiap konseli.
1.        Tahap Konseling Eksistensial
Terapi adalah suatu kreativitas yang meliputi proses penemuan yang dapat digolongkan kedalam tiga tahap umum (Corey,2009) yaitu:
a.       Tahap awal konseling
Terapis membantu konseli mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diminta untuk menyatakan dan bertanya cara mereka mempersepsi dan membuat masuk akal eksistensi mereka. Mereka membicarakan nilai, keyakinan dan asumsi untuk menemukan kebenarannya. Ini merupakan tugas yang sulit bagi konseli karena mereka diminta mengemukakan masalah mereka yang umumnya disebabkan dari luar. Mereka hendaknya memusatkan bagaimana orang lain umumnya bertanggung jawab terhadap tindakan mereka. Konselor mengajari mereka bagaimana caranya merefleksi eksistensi mereka sendiri dan melihat peranan mereka dalam menimbulkan masalah kehidupan.
b.      Tahap tengah
Selama masa tengah konseli didorong untuk lebih memahami sumber dan otoritas system nilai mereka sekarang. Proses self eksplorasi ini mengarah pada insight baru dan menstrukturkan kembali nilai-nilai dan sikap. Konseli memperoleh ide baik tentang jenis kehidupan yang mereka anggap membahagiakan dan mengembangkan rasa yang lebih jelas mengenai prosess penilaian internal mereka.
c.       Tahap akhir
Pada tahap akhir ini konselor membantu konseli mengambil apa yang mereka pernah pelajari tentang diri mereka sendiri dan pelaksanaannya. Namun, ketika jam pertemuan konseli sedikit saja sumbangannya dalam memperbarui atau melatih kehidupan yang baru, maka tujuan akhir dari terapi adalah agar konseli menemukan cara menerapkan nilai-nilai yang mereka uji dan internalisasikan dengan cara yang konkret di antara sesi konseling atau setelah terapi berakhir. Konseli menemukan kekuatan mereka dan menemukan cara-cara menggunakan kekuatan itu kedalam layanan kehidupan yang eksistensinya penuh tujuan.
2.        Konseli yang Cocok Untuk Konseling Eksistensial
Kekuatan dari pendekatan eksistensial adalah dipusatkannya pada pilihan yang ada dan jalan menuju pertumbuhan pribadi. Oleh karena itu, jenis konseli yang cocok ditangani dengan pendekatan konseling ini adalah:
a.     Menurut Corey dalam Abimanyu (2012) konseli yang sedang mengalami krisis perkembangan, mengalami kesedihan karena kematian dan kehilangan, menghadapi kematian, atau menghadapi keputusan hidup yang penting.
b.    Menurut Deurzen dalam Abimanyu (2012) terapi ini lebih cocok untuk konseli yang mempunya masalah kehidupan, orang yang merasa tersisih dari harapan sosial saat ini, atau orang yang mencari arti dalam hidup mereka.
c.     Bugental & Bracke dalam Abimanyu (2012) menyatakan bahwa nilai vitalitas dari pendekatan psikoterapi, yaitu kemampuan membantu konseli berurusan dengan sumber kesengsaraan dan ketidak puasan hidup mereka.
E.       Terapi Eksistensial Dilihat dari Perspekstif Multikultural
1.        Kekuatan Dilihat dari Perspektif Keberagaman
a.    Deurzen (2002 b) mengemukakan bahwa pendekatan eksistensial tidak mendikte cara khusus dalam memandang kenyataan, dank arena perspektifnya luas, pendekatan ini sangat relevan digunakan dalam konteks multicultural.
b.    Vontress, dkk 1999 (Corey, 2009) menulis tentan g landasan eksistensial konseling multicultural yang menyatakan bahwa konseling eksistensial merupakan pendekatan yang paling bermanfaat dan membantu konseli dari semua budaya dalam menemukan arti dan harmoni dalam hidup mereka.  Ini disebabkan bahwa konseling eksistensial memusatkan pada isu-isu seperti cinta, kecemasan, penderitaan, dan kematian.
c.    Vontress 1996 (Corey, 2009) mengemukakan bahwa semua orang adalah multicultural dalam arti bahwa mereka semua hasil dari banyak budaya. Karena itu, ia menyarankan agar latihan uyang kedua pada perbedaan.ntuk calon konselor dipusatkan pada aspek kesamaan universal konseli, baru yang kedua pada perbedaan.
d.   Corey (2009) mengemukakan dari pendekatan  eksistensial yaitu memungkinkan konseli menguji tingkat dimana perilaku mereka dipengaruhi oleh kondisi social budaya. Misalnya, kebebasan konseli dapat ditingkatkan jika mereka mengenali batas-batas social yang mereka hadapi. Kebebasan mereka dapat distop oleh institusi dan dibatasi oleh keluarga. Kenyataannya mungkin sulit untuk memisahkan kebebasan individu dari konteks struktur keluarga mereka.
2.        Kelemahan dari Perspektif Keberagaman
a.    Eksistensialist (Corey, 2009) dikritik karena mereka secara eksesif individualistic dan mereka mengabaikan faktor-faktor social yang menyebabkan masalah manusia.
b.    Teori eksistensial (Corey, 2009) memusatkan terlalu tinggi pada asumsi philosofis tentang self-determination, yang kemungkinan tidak mempertimbangkan faktor yang kompleks yang dihadapi manusia. Di banyak budaya tidak mungkin membicara diri dan self-determination terpisah dari konteks jaringan social dan kondisi lingkungan.
c.    Banyak konseli berharap pendekatan konseling yang terstruktur dan berorientasi masalah, tetapi harapan itu tak dapat dipenuhi oleh konseling eksistensial, yang meletakkan tanggung jawab pada konseli untuk member arah terapi. Konseli akan merasa lebih baik jika diberi kesempatan untuk berbicara dan dimengerti, tetapi mereka berharap konselor melakukan sesuatu yang membawa perubahan dalam kehidupannya. Sayangnya konselor aliran ini tidak memberikan arah yang cukup kongkrit bagi konseli (Corey, 2009).
F.      Kesimpulan
Tujuan terrapi pendekatan eksistensial adalah membantu konseli menghadapi kecemasan dan melaksanakan tindakan berdasar pada tujuan mengkreasi eksistensi yang menguntungkan secara autentik. Fungsi dan peranan terapis adalah (1) membangun hubungan yang memungkinkan terjadinya perubahan pada konseli, (2) memahami dunia subjektif konseli, dan (3) berperan sebagai orang bijaksana dan membimbing, lebih direktif, dan praktis.
Terapi eksistensial dilihat dari perspektif multikultural, memiliki kekuatan yaitu tidak menggunakan cara khusus dan mempunyai perspektif luas. Membantu konseli dari semua budaya karena adanya kesamaan masalah. Semua orang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya. Adapun kelemahannya iyalah bersifat individualistik, terlalu memusatkan asumsinya pada self-determinasi, dan tidak bisa memenuhi harapan konseli yang menginginkan konseling yang lebih terstruktur dan berorientasi masalah.
Diharapkan penulis selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi terkait pendekatan eksistensial ini. Karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun.



DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli. 2012. Konseling dan Psikoterapi Teori dan Praktik Jilid 1. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
McLeod, John. 2008. Pengatar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nelson, Richard. Jones. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DAPATKAN FILE PDF-NYA DENGAN MENGHUBUNGI ADMIN VIA INSTAGRAM
@daeng.nombong atau Klik Disini

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama